REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahan baku/ penolong menjadi golongan barang dengan jumlah penurunan impor terbesar pada Mei 2019 dibanding dengan bulan sebelumnya. Total perubahannya mencapai minus 905,2 juta dolar AS atau turun 7,82 persen. Pada Mei, nilainya mencapai 10,66 miliar dolar AS, sedangkan pada April adalah 11,57 miliar dolar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menjelaskan, penurunan terbesar terjadi pada produk impor ponsel tanpa baterai yang diimpor dari Hong Kong dan Cina. Nilai impor barang ini tercatat menapai 258,8 juta dolar AS pada Mei 2019.
"Turun sebesar 84,9 juta dolar AS atau turun 1,78 persen dari bulan lalu (April)," tuturnya ketika ditemui usai konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (24/6).
Penurunan juga terjadi apabila dilihat secara akumulatif, atau periode Januari hingga Mei 2019, dengan nilai 52,78 miliar dolar AS. Sedangkan, pada periode yang sama pada tahun lalu, nilainya mencapai 58,25 miliar dolar AS. Artinya, terjadi penurunan 5,47 miliar dolar AS atau teradi perubahan minus 9,39 persen.
Bahan baku/ penolong berkontribusi atas 74,76 persen terhadap total impor periode Januari hingga Mei 2019. Kontribusi tersebut mengalami penurunan sedikit dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 74,89 persen.
Yuanita menilai, penurunan tersebut terjadi karena faktor musiman. Industri dalam negeri mengimpor bahan baku/ penolong lebih sedikit karena adanya momentum Ramadhan dan menjelang libur Lebaran yang panjang. "Semoga tidak mengganggu kinerja manufaktur kita," ujarnya.
Kontras dengan itu, impor barang konsumsi pada Mei 2019 justru mengalami kenaikan 5,62 persen dibanding dengan bulan sebelumnya. Nilai impor pada Mei adalah 1,54 miliar dolar AS, sedangkan pada April 1,46 miliar dolar AS.
Kepla BPS Suhariyanto menjelaskan, kenaikan impor barang konsumsi utamanya disebabkan impor sayuran dan akar serta bonggol tertentu yang dapat dimakan (HS 07) dengan nilai 95,7 juta dolar AS. Sedangkan, pada bulan lalu, nilainya hanya 25,9 juta dolar AS yang berarti terjadi peningkatan hingga 269 persen selama sebulan.
Suhariyanto menyebutkan, salah satu produk yang berkontribusi dalam kenaikan impor sayuran adalah bawang putih. Hal ini wajar mengingat pemerintah baru saja memutuskan untuk memenuhi permintaan dalam negeri dengan impor. "Terbukti bahwa harganya yang dulu agak tinggi, kini perlahan-lahan menurun," ujarnya.
Meski naik secara bulanan, impor konsumsi selama Januari hingga Mei 2019 mengalami penurunan 11,10 persen apabila dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni dari 7,17 miliar dolar AS menjadi 6,37 miliar dolar AS.
https://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/ptlxza368/impor-bahan-baku-turun-impor-konsumsi-malah-naik
No comments:
Post a Comment